KERANGKA AJARAN ISLAM
Disusun untuk
memenuhi tugas mandiri mata kuliah MSI
Dosen pengampu : Dra. Siti Nurjanah, M. Ag.
Dosen pengampu : Dra. Siti Nurjanah, M. Ag.
Disusun oleh:
Ahmad Muslih
(NPM.141257210)
JURUSAN
SYARI`AH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURAI SIWO METRO
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang
sempurna. Allah telah menjadikan Islam sebagai pedoman hidup umat manusia agar
manusia juga menjadi manusia yang sempurna. Manusia yang tidak hanya memiliki
hubungan vertikal yang baik tetapi juga menjadi manusia yang memiliki hubungan
horizontal yang baik pula. Bahkan manusia diharapkan dapat menjadi khalifatul
fil ardl, yang dapat mengelola bumi sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
khalik-nya. Karena itu, agama bukan hanya sekedar lambang
kesalehan umat atau topik pembahasan dalam kitab suci umat beragama.
Penting bagi setiap muslim
mengetahui tentang ajaran agama Islam. Bagi seorang muslim, pemahaman yang
mendalam dan kaaffah akan agama Islam sangat diperlukan agar ia dapat
menjadi manusia yang berpandangan luas, bijaksana dan dapat melihat
perbedaan-perbedaan yang muncul dalam menyikapi permasalahan-permasalah dalam
kehidupan dunia. Maka dari itu dalam makalah ini akan membahas tentang
bagaimanakah tentang kerangka ajaran agama Islam.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka
penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimanakah kerangka ajaran Islam ?’’
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ajaran Islam Secara Normatif
Ajaran islam secara normatif maksudnya adalah memandang agama Islam
dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum
terdapat penalaran pemikiran manusia. Secara normatif, ajaran islam ada dua
sumber yaitu:
1.
Al-Qur`an
Al Qur'an merupakan petunjuk bagi
seluruh umat manusia. Al Qur`an juga menjadi penjelasan (bayyinaat), dari
petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang
baik dan yang buruk. Di sinilah manusia mendapatkan petunjuk dari Al Qur`an. Manusia
akan mengerjakan yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar
pertimbangannya terhadap petunjuk al Qur`an tersebut.
Dari segi bahasa,
menurut Al-Asyari dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafadz Alqur`an diambil
dari kata qarn yang berarti
menggabungkan sesuatu atas yang lain; karena surat-surat dan ayat-ayat Alqur`an
satu dengan yang lainnya saling bergabung dan berkaitan.[1]
Dari segi istilah, menurut Mana’ al-Qaththan Alqur`an adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikai Jibril Saw., dan dinilai
ibadah bagi yang membacanya.[2]
Sedangkan menurut Al-Zarqani, Alqur`an adalah lafadz yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad Saw., mulai dari surat Al-Fatihah, sampai dengan surat An-Nas.[3]
Dari beberapa
kutipan tersebut kita dapat mengetahui bahwa Alqur`an adalah kitab suci yang
isinya mengandung firman Allah, turunnya secara bertahap melalui malaikat,
pembawanya Nabi Muhammad Saw., susunannya di mulai dari surat Al-Fatihah,
sampai dengan surat An-Nas, bagi yang membacanya bernilai ibadah, fungsinya
antara lain menjadi bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad.,
keberadaannya hingga kini masih terpelihara dengan baik, dan pemasyarakaatannya
dilakukan secara berantai dari satu generasi lain dengan tulisan maupun lisan.
Sebagai sumber ajaran islam yang utama Aqur`an diyakini berasal dari Allah dan
mutlak benar.[4]
Keberadaan Alqur`an sangat di butuhkan manusia. Di kalangan Mu’tazilah
dijumpai pendapat bahwa Tuhan wajib menurunkan Alqur`an bagi manusia,
karena manusia dengan segala daya yang di milikinya tidak dapat mamecahkan
berbagai masalah yang di hadapinya.[5]
Bagi Mu’tazilah, Alqur`an berfungsi sebagai konfirmasi,
yakni memperkuat pendapat-pendapat akal pikiran, dan sebagai informasi terhadap
hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh akal. Di dalam Alqur`an terkandung
petunjuk hidup tentang berbagai hal walaupun petunjuk tersebut terkadang
bersifat umum yang menghendaki penjabaran dan perincian oleh ayat lain.
Selanjutnya Alqur`an juga berfungsi
sebagai hakim atau wasit yang mengatur jalannya kehidupan manusia agar berjalan
lurus. Itulah sebabnya, ketika umat islam berselisih dalam segala urusannya
hendaknya ia berhakim kepada Alqur`an. Alqur`an lebih lanjut memerankan fungsi
sebagai pengontrol dan pengoreksi terhadap perjalanan hidup manusia di masa
lalu. Berbagai penyimpangan yang di lakukan Bani Israil terhadap ayat-ayat
Allah telah dikoreksi. Dalam kaitan inilah di dalam Alqur`an di jumpai ayat
yang menyatakan celaka bagi orang-orang yang menulis kitabnya dengan tangannya
sendiri lalu menyatakan bahwa kitab itu sebagai firman Allah.[6]
Apa yang dinyatakan Alqur`an ini telah dibuktikan kebenarannya dalam sejarah
bahwa Bani Israil telah menggelapkan firman Allah yang sebenarnya dengan
menukarnya dengan kitab yang mereka buat sendiri, dengan tujuan untuk
menyesatkan manusia.
2.
Al-Sunnah
Kedudukan
Al-Sunnah sebagai sumber ajaran islam selain didasarkan pada keterangan
ayat-ayat Alqur`an dan hadits juga didasarkan pada pendapat kesepakatan para
sahabat.[7] Menurut
bahasa, Al-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan, terkadang jalan tersebut
ada yang baik dan ada pula yang buruk.[8]
Pengertian Al-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna hadits Nabi yang artinya:
“Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi
yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakannya; dan barang
siapa membuat sunah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk
itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.[9] Sementara
itu ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu yang berasal
dari Nabi Muhammad Saw. Dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan beliau yang
berkaitan dengan hukum. Pengertian ini didasarkan pada pandangan mereka yang
menempatkan Nabi Muhammad Saw. sebagai pembuat hukum. Sementara itu ulama fiqih
mengartikan Al-Sunnah sebagai salah satu dari bentuk hukum syara` yang apa bila
dikerjakan mendapat pahala dan apa bila ditinggalkan tidak disiksa.[10]
Sebagai sumber
ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur`an, Al-Sunnah memiliki fungsi yang pada
intinya sejalan dengan Alqur`an. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan
dari adanya sebagian ayat Alqur`an yaitu:
a)
Bersifat
global ( garis besar) yang memerlukan perincian
b)
Bersifat
umum yang menghendaki pengecualaian
c)
Bersifat
mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan
d)
Isyarat
Alqur`an yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang
menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut.[11]
Dalam kaitan ini, hadits
berfungsi memerinci petunjuk dan isyarat Alqur`an yang bersifat global, sebagai
pengecual terhadap isyarat Alqur`an yang bersifat umum, sebagai pembatas
trhadap ayat Alqur`an yang bersifat mutlaj, dan sebagai pemberi informasi
terhadap sesuatu kasus yang tidak dijumpai di dalam Kitab Alqur`an. Dengan
posisinya yang demikian itu, maka pemahaman Alqur`an dan juga pemahaman ajaran
Islam yang seutuhnya tidak dapat dilakukan tanpa mengikutsertakan hadits.
B.
Ajaran Islam Secara Aktual
Aktual secara bahasa berarti
terbaru, jadi maksud ajaran islam secara aktual di sini adalah metode atau ilmu
baru dalam mempelajari ajaran Islam. Ilmu-ilmu tersebut diantaranya adalah :
1.
Tafsir
Kata tafsir diambil dari bahasa arab yaitu fassara-yufassiru-tafsiran yang
berarti keterangan atau uraian. Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il”,
berasal dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap dan
menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata “al-fasr” berarti
menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata “at-tafsir” berarti menyingkapkan
maksud sesuatu lafaz yang musykil. Pengertian tafsir dengan makna di atas,
sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Furqan ayat 33.[12] Menurut
al-Zarkasyi tafsir merupakan ilmu yang dengannya didapatkan pemahaman terhadap
kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw mengenai penjelasan
maknanya, serta pengambilan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya. Sedangkan menurut
al-Zarqani arti tafsir adalah ilmu yang di dalamnya di bahas petunjuk-petunjuk
al-Quran yang dimaksudkan oleh Allah Swt. dan atas kemampuan manusia.
Berdasarkan penjelasan di
atas, dapat dikatakan bahwa Tafsir adalah pedoman-pedoman yang disusun oleh
ulama’ dengan kajian yang mendalam guna mendapatkan hasil yang maksimal dalam
memahami makna-makna al-Quran, hukum-hukum, dan petunjuk-petunjuk yang terkandung
di dalamnya.[13]
Al Qur`an
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. menggunakan bahasa arab, sementara umat
muslim di seluruh dunia tidak semuanya menggunakan bahasa arab. Maka dari itu
tafsir Alqur`an sangat penting fungsinya untuk menopang dalam mempelajari
ajaran Islam. Allah juga menyuruh manusia untuk merenungi/memahami Alqur`an.[14]
Selain itu Tafsir juga bertujuan untuk mengetahui makna kata-kata dalam
al-Qur’an, menjelaskan maksud setiap ayat, menyingkap
hukum dan hikmah yang dikandung al-Qur’an, menyampaikan
pembaca kepada maksud yang diinginkan oleh Syari` (pembuat syari`at), yaitu
Allah SWT, agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dalam menafsirkan
Al Qur`an, seorang Mufassir (penafsir Qur`an) harus mempunyai adab. Adapun adab
yang harus dimiliki seorang mufassir adalah sebagai berikut :
a) Niatnya harus bagus, hanya untuk mencari keridloan Allah semata. Karena
seluruh amalan tergantung dari niatannya (lihat hadist Umar bin Khottob tentang
niat yang diriwayatkan oleh bukhori dan muslim diawal kitabnya dan dinukil oleh
Imam Nawawy dalam buku Arba’in nya).
b) Berakhlak mulia, agar ilmunya bermanfaat dan dapat dicontoh oleh orang lain
c) Mengamalkan ilmunya, karena dengan merealisasikan apa yang dimilikinya akan
mendapatkan penerimaan yang lebih baik.
d) Hati-hati dalam menukil sesuatu, tidak menulis atau berbicara kecuali
setelah menelitinya terlebih dahulu kebenarannya.
e) Berani dalam menyuarakan kebenaran dimana dan kapanpun dia berada.
f) Tenang dan tidak tergesa-gesa terhadap sesuatu. Baik dalam penulisan maupun
dalam penyampaian. Dengan menggunakan metode yang sistematis dalam menafsirkan
suatu ayat. Memulai dari asbabunnuzul, makna kalimat, menerangkan susunan kata
dengan melihat dari sudut balagho, kemudian menerangkan maksud ayat secara
global dan diakhiri dengan mengistimbat hukum atau faedah yang ada pada ayat
tersebut.
2. Fiqih
Fiqih secara bahasa ada
dua makna. Makna pertama adalah al fahmu al mujarrad, yang artinya adalah
mengerti secara langsung atau sekedar mengerti saja.[15] Makna
yang kedua adalah al fahmu ad daqiq, yang artinya adalah mengerti atau memahami
secara mendalam dan lebih luas. Dalam prakteknya, istilah fiqih ini lebih
banyak digunakan untuk ilmu agama secara umum, di mana seorang yang ahli
dibidang ilmu-ilmu agama sering disebut sebagai faqih.[16]
Sedangkan Fiqih secara
istilah mengandung dua arti yaitu:
a)
Pengetahuan
tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf
(mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari
dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As
sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.
b)
Hukum-hukum
syari’at itu sendiri. Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang
pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin
mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh,
ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah
untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (yaitu hukum apa saja yang terkandung
dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat,
rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).
Sedangkan Al Imam Abu Hanifah
mempunyai definisi tentang fiqih yang unik, yaitu: Mengenal jiwa manusia yang
terkait apa yang menjadi hak dan kewajibannya.[17]Fiqih
sangat penting perannya dalam memahami ajaran islam, karena ilmu fiqih
mempelajari tentang hukum-hukum syari’ah di dalam ajaran agama islam.
3. Tasawuf
Ilmu tasawuf adalah ilmu
yang menjelaskan tata cara pengembangan rohani manusia dalam rangka usaha
mencari dan mendekatkan diri kepada Allah. Mengenai sikap terhadap sesama
mahluk dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Sikap terhadap sesama manusia.
b) Sikap terhadap makhluk yang bukan manusia.
Sikap terhadap sesama manusia
disebut akhlak. Ilmu akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk
pada sikap dan perilaku manusia serta segala sesuatu yang berkenaan dengan
sikap dan perbuatan yang seyogyanya diperlihatkan manusia terhadap manusia
lain, dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Sumber akhlak Islam adalah
Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa Islam sebagai agam dan ajaran mempunyai system sendiri yang
bagian – bagiannya saling bekerja sama untuk mencapai tujuan. Intinya adalah
tauhid yang berkembang melalui akidah. Dari akidah mengalir syari’ah dan akhlak
islam. Melalui syari’ah dan akhlak dikembangkan sistem – system Islam dalam
lembaga keluarga, masyarakat, pendidikan, hokum, ekonomi, budaya, filsafat dan
sebagainya.
4.
Filsafat
Filsafat, berasal dari bahasa arab
yang berarti falsafah yang diturunkan dari bahasa Yunani Philosophia, artinya
cinta kepada pengetahuan atau cinta pada kebenaran. Sedangkan menurut kamus
besar bahasa Indonesia, filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai hakikat segala yang ada, karena, asal dan hukumnya.
Filsafat adalah pemikiran rasional,
kritis, sistematis dan radikal tentang suatu obyek. Obyek pemikiran
kefilsafatan adalah segala yang ada, yaitu Tuhan, manusia dan alam. Filsafat
Islam adalah pemikiran rasional, kritis, sistematis dan radikal tentang
aspek-aspek agama ajaran Islam. Al-Qur’an sejak semula telah memerintahkan
manusia untuk menggunakan akalnya. Akal adalah potensi luar biasa yang
dianugrahkan Allah kepada manusia, karena dengan akalnya manusia memperoleh
pengetahuan tentang berbagai hal, dapat membedakan mana yang benar mana yang
salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mengetahui rahasia hidup dan
kehidupan dan seterusnya. Oleh karena itu agama dan ajaran Islam memberikan
tempat yang tertinggi kepada akal, karena akal dapat digunakan memehami agama dan
ajaran Islam sebaik–baiknya dan seluas-luasnya.
5.
Pemikiran
Yang dimaksud pemikiran di sini
adalah upaya atau aktifitas, baik pemikiran maupun gerakan untuk mengubah
pemahaman atau keadaan kehidupan umat Islam dari keadaan atau kehidupan baru
yang hendak diwujudkan. Disini yang diperbaharui bukanlah agama yang merupakan
ajaran dasar Islam, tetapi pemahaman tentang agama yang merupakan ajaran
fundamental Islam itu.
Disamping tajdid tentang pemahaman
agama, pembaharuan juga dilakukan terhadap kehidupan dan penghidupan umat
Islam. Dapat dilihat pada firman Allah bahwasannya pembaharuan menuju kebaikan
itu dibenarkan oleh Allah, yaitu dalam Al-Qur’an, surat Hud (11) ayat 117 yang
artinya “dan Tuhanmu sekali-kali tidak
akan membinasakan negeri – negeri secara zalim, sedangkan penduduknya orang –
orang yang berbuat kebaikan.”
Dilihat dari sudut waktu,
pembaharuan dalam Islam dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap tertama
berlangsung sebelum periode modern (sebelum abad XIX M), tahap kedua
berlangsung selama periode modern yaitu mulai awal abad XIX M sampai sekarang.
Perbedaan antara pembaharuan sebelum
perbedaan modern mengambil bentuk memurnikan kehidupan umat agar sesuai dengan
kehidupan yang dipraktekan oleh Nabi Muhammad SAW dan generasi salaf (pendahulu).
Sedangkan pembaharuan yang dilakukan oleh generasi modern tidak demikian halnya
disini D. Akidah, Syari’ah, Akhlak dan Berbagai Aspek Lain Ajaran Islam umat
Islam merasa ditantang untuk segera melakukan pembaharuan, agar berubah menjadi
umat manusiayang maju adan kuat tanpa melanggar, menyimpang, atau meninggalkan
Al-Qur’an dan al-Hadits yang memuat sunnah Rasulullah.
6.
Kalam
Ilmu kalam secara terminologi adalah
suatu ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi
logika dan filsafat. Sementara definisi ilmu
kalam menurut Al-Farabi, Ilmu Kalam
adalah disiplin ilmu yang membahas dzat dan sifat Allah beserta eksistensi
semua yang memungkinkan, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai
masalah sesudah mati yang berlandasan doktrin islam.[18]
7.
Fakta
Sejarah Umat
Di dalam kerangka ajaran islam,
Fakta sejarah juga menjadi salah satu objek ilmu yang harus di pelajari.
Misalnya tentang sejarah Nabi Muhammad dari kelahiran sampai wafatnya beliau,
masa kekhalifahan setelah Nabi Muhammad wafat, dan masih banyak sejarah lain
tentang perkembangan agama islam dari masa ke masa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan pembahasan dari isi makalah di atas, maka
penulis membuat kesimpulan bahwa:
Kerangka
ajaran islam di golongkan ke dalam ajaran islam secara normatif dan aktual.
Ajaran islam secara normatif di antaranya adalah Al Qur’an dan As Sunah. Sedangkan
ajaran islam secara aktual di antaranya adalah tasawuf, tafsir, ilmu kalam,
fiqih, filsafat, pemikiran, serta fakta sejarah umat.
[1]
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur`an, (terj.) (Jakarta: Pustaka
Firdaus), cet. II, hlm. 9.
[2]
Mana’ Al-Qaththan, Mababits fi `Ulum al-Qur`an, (Mesir: Mensyurat al-`Ashr
al-Hadits, t.t,), hlm. 21.
[3]
Al-Zarqani, Manabil Al-Arfan fi `Ulum al-Qur`an, (Mesir:Isa al-Baby, t.t), hlm.
21.
[4] Sesungguhnya Al-Qur`an ini adalah wahyu
tuhan semesta alam. Dibawa turun oleh Jibril dalam hatimu (Muhammad) agar
engkau dapat memberi peringatan dengan menggunakan bahasa Arab yang jelas. (Qs.
Al Syu`ara, 26: 192-193).
[5]
Mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan wajib menurunkan wahyu, karena akal manusia
sungguhpun tahu yang baik dan yang buruk, namun tidak semua yang baik dan buruk
itu dapat diketahui akal. Untuk itu tuhan wajib menurunkan wahyu untuk
menyempurnakan pengetahuan yang terbatas itu. Hal demikian sebagai bukti kasih
sayang Tuhan dan keadilan-Nya bagi manusia. Lihat Harun Nasution, Islamologi
(Ilmu Kalam), (Jakarta: UI Pres, 1980), cet. II, hlm. 80.
[6] Maka celakalah bagi orang-orang yang
menulis al-kitab dengan tangannya sendiri kemudian mereka mengatakan bahwa
kitab ini berasal dari sisi Allah. (Qs.AL-Baqarah, 2:79)
[7]
Apa-apa yang disanpaikan Rasulullah kepadamu, terimalah,dan apa-apa yang
dilarangnya bagimu tinggalkanlah. (Qs.Al-Hasyr, ayat 7). Dan kami tidak
mengutus seorang Rasul, melainkan untuk dita`ati dengan izin Allah.
(Qs.An-Nisa, ayat 64).
[8]
Muhammad `Ajaj Al-Khatib, `ushul Hadits,
(Beirut: Dar al-fakir, 1989) hlm. 17.
[9]
Hadits Riwayat Muslim dalam Musthafa al-Siba`i, Al-Sunnah wa Makanatuha fi
al-Tayri, hlm. 1.
[10]
Muhammad Adib Shalih, Lamhat fi Ushul
al-Hadits, hlm. 31.
[11]Prof.
Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Metodologi Studi Islam, (Raja Grafindo Persada) hal.
75
[12] Tidakkah orang-orang kafir itu datang kepadamu
(sesuatu) yang ganjil melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan
yang paling baik penjelasannya”. (QS. 25 : 33)
[14] Orang-orang yang telah kami beri al-Kitab
kepadanya, mereka
membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman
kepadanya. (QS.al-Baqarah:121)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (Q.S. Muhammad:24)
membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman
kepadanya. (QS.al-Baqarah:121)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (Q.S. Muhammad:24)
[15]
Muhammad Bin Mandhur, Lisanul Arab, madah: fiqih
Al Misbah AL Munir
[16]
Muhammad Bin Abu Bakar Bin Abdul Qadir Ar Razi, Mukhtar Ash Shihah, jilid 1,
hal. 213.
[17] Ubaidillah
Bin Mas’ud Al Mahbubi Al Bukhari Al Hanafi, At
Taudhih ‘ala At Tanqih, jilid 1, hal. 10.
[18] Raziq,
op. Cit. Hlm. 76
Tidak ada komentar:
Posting Komentar