Hal Menarik Lainnya

Minggu, 14 April 2019

LAPORAN OBSERVASI WAKAF TANAH

LAPORAN OBSERVASI WAKAF TANAH

(Studi Kasus pada Tanah Wakaf di Desa Kedaton 1 Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Perwakafan

Dosen Pengampu: Liana Dewi Susanti, M.E.Sy.



Disusun Oleh :



Ahmad Muslih

NPM.141257210


JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

JURAI SIWO METRO 2016


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, wakaf telah berkembang sejak awal masuknya Islam ke Nusantara. Akan tetapi, pengurusan dan pengelolaannya masih bersifat konvensional atau tradisional. Kondisi ini mengakibatkan kurang optimalnya pengelolaan harta wakaf bahkan cenderung kurang memperhatikan pengamanan benda wakaf tersebut.

Problematika perwakafan di Indonesia saat ini adalah masih banyaknya harta wakaf yang belum dicatat di Kantor Urusan Agama setempat. Pelaksanaan wakaf oleh sebagian umat Islam pada masa lalu dilakukan secara lisan tidak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) sehingga wakaf itu tidak ada dokumentasinya di KUA. Begitu juga, masih banyak harta wakaf yang belum didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) kabupaten/kota setempat sehingga masih banyak harta wakaf yang belum bersertifikat. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran hukum masyarakat untuk mengurus pendaftaran harta wakaf di BPN, maupun rumitnya prosedur yang dilalui sebagian nazhir wakaf di beberapa BPN kabupaten/kota dalam prses sertifikasi harta wakaf tersebut.

Oleh karena itu, persoalan mendasar yang perlidiselesaikan dalam rangka pemberdayaan harta wakaf adalah administrasi dan pendaftaran harta wakaf. Hal ini dilakukan untuk pengamanan harta benda wakaf sebagai salah satu asat umat Islam. Penertiban dan pendataan harta benda wakaf melalui tata kelola administrasiyang tertip dan benar perlu dilakukan.



B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengelolaan tanah wakaf di desa Kedaton 1 Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur ?

2. Bagaimana kepengurusan dan pengelolaan wakaf di desa Kedaton 1 Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur dalam prespektif UU NO. 41 Tahun 2004 ?



C. Tujuan

Tujuan dari observasi yang penulis lakukan adalah:

1. Mengetahui pengelolaan tanah wakaf di desa Kedaton 1 Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur ?

2. Mengetahui kepengurusan dan pengelolaan wakaf di desa Kedaton 1 Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur dalam prespektif UU NO. 41 Tahun 2004 ?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Tanah Wakaf

Lokasi observasi terletak di Desa Kedaton 1 Kec. Batanghari Nuban Kab. Lampung Timur di masjid Al-Ikhlas dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta tanah wakaf. Lokasi desa Kedaton 1terletak kurang lebih 15 Km dari kantor Kecamatan Batanghari Nuban. Aset tanah wakaf yang dimiliki Masjid Al-Ikhlas berupa tanah Masjid sendiri seluas 350 m2, pekarangan masjid 266 m2, 2 tanah wakaf ladang untuk kesejahteraan Masjid salah satu tanahnya seluas 1280 m2, tanah wakaf Madrasah hasil dari pengembangan wakaf pertama.

Dalam menjalankan atau mengelola harta benda wakaf, hal yang paling mendasar adalah sifat dan sikap komitmen dari pengelola (nazhir) sebagai orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap harta benda wakaf, Berangkat dari sini penulis mencoba memaparkan hasil dari penelitian di Desa Kedaton 1 Kec. Batanghari Nuban Kab. Lampung Timur tepatnya di Masjid Al-Ikhlas.

Munculnya ide atau upaya pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf Masjid Al-Ikhlas di latar belakangi oleh berapa hal diantaranya, faktor alam yaitu kondisi Masjid yang hampir rusak, selain itu juga mendapat bantuan modal yang di belikan tanah berupa pekarangan untuk perluasan Masjid. Selain itu dari warga Kedaton 1 sendiri juga antusias mendukung kegiatan pembangunan Masjid dengan gotong royong, kemudian memunculkan adanya ide musyawarah dengan warga setempat untuk membangun atau memperbaiki Masjid yang diantaranya:
Menetapkan bahwa swadaya murni atau shodaqoh warga sekitar berlaku pada setiap panen raya dengan ketentuan minimal 10 Kg harga gabah.
Setelah adanya dua tanah wakaf ladang untuk kesejahteraan Masjid, swadaya masuk ke Mal Masjid dan digunakan untuk pesangon guru, madrasah, TPA, dan untuk biaya ngaji tiap bulannya.
Untuk pembangunan masjid menggunakan uang dari kas Masjid kemudian apabila terdapat kekurangan maka di ambilakan dari tarikan warga sekitar.
Untuk pembangunan dan pengelolaan tanah wakaf madrasah sumber dananya dari swadaya murni kemudian apabila terdapat kekurangan maka diambilakan dari uang kas Masjid.

B. Wakif dan Susunan Kepengurusan Tanah Wakaf

Dimulai dari informan pertama yakni ketua Nazhir dan ketua Ta’mir Masjid Al-Ikhlas yaitu Bapak Masduki, beliau adalah cucu dari wakif Masjid Al-Ikhlas yaitu Bapak Sulaiman. Bapak masduki adalah orang yang paling berperan dalam mengelola harta benda wakaf Masjid hingga sampai saat ini dan berperan penting dalam menjadikan wakaf yang semula hanya Masjid dan sekarang bisa berkembang pesat, seperti perawatan fisik Masjid yang bagus kemudian perabotan Masjid lengkap, begitu juga dengan berdirinya Madrasah Ibtidaiyah, dan juga TPA. Bapak Masduki adalah aktor penting dalam menjalankan harta wakaf Masjid ini.

Beliau menjelaskan dengan detail dari para wakif, susunan kepengurusan, sistem pengelolaan harta wakaf hingga berkembang seperti saat ini. “Wakif Masjid Al-Ikhlas yaitu Bapak Sulaiman yaitu kakek dari Bapak Masduki, kemudian ada dua tanah wakaf yang berupa ladang yaitu wakaf ladang pertama wakifnya adalah H. Ibrahim dan Wakif ladang kedua yaitu Bu Masrifah atau H. Khayin, sedangkan untuk tanah wakaf hasil pengembangan harta wakaf yakni berupa Madrasah dan pekarangan Masjid, tanah wakaf Madrasah wakifnya di atas namakan Ibu Qibtiyah yakni orang yang paling banyak menyumbang dalam pembelian tanah tersebut dan wakaf pekarangan Masjid di atas namakan Pak Masduki sendiri yang kemudian dibangun TPA.”

Seperti yang telah di katakan Bapak Masduki, Bapak M Juhdi mengatakan bahwa pembelian tanah wakaf pekarangan atau Latar Masjid adalah urunan atau patungan dari warga sekitar sedangkan pembelian Tanah wakaf Madrasah adalah Sumbangan beberapa Orang dengan Mengajukan Proposal ke beberapa Kerabat yang dirasa kaya. Menurut Bapak M. Sofyan uang pembelian pekarangan atau latar Masjid selain dari shodaqoh masyarakat sekitar ada juga dari luar daerah, kemudian kekurangannya adalah uang pinjaman. Susunan kepengurusan wakaf atau Nazhir dan juga kepengurusan Masjid atau Ta’mir Masjid menurut Bapak Masduki adalah dimulai dari Ketua Nazhir yaitu Bapak Masduki sendiri kemudian Sekertaris Nazhir, yaitu Bapak M. Juhdi dan ada juga, Bendahara Nazhir, yakni Bapak M. Sofyan. Kemudian susunan ta’mir Masjid juga diketuai oleh Bpk Masduki, kemudian Sekertaris Masjid, ada Bapak M Juhdi, untuk, Bendahara Masjid Bpk Mukid, dibidang pembangunan ada Bpk Suwondo, dan seksi perlengkapan atau Perbot Masjid ada Bpk Mashuri. Dalam hal kepengurusan ini antara Nazhir dan Ta’mir hampir sama karena beberapa orang yang sebagai Nazhir ada juga yang menjabat sebagai Ta’mir Masjid.



C. Manajemen Keuangan dan Pengelolaan Tanah Wakaf

Mengenai Sumber Pendanaan Wakaf Masjid sebelum adanya tanah wakaf untuk kesejahteraan Masjid yaitu tanah wakaf sawah adalah Swadaya Murni, swadaya murni hal ini berbeda adalah urunan atau tarikan berasal dari warga desa Kedaton 1 yang digunakan untuk keperluan Masjid, dengan uang infak, karena menurut Bapak Masduki uang infak adalah uang yang didapatkan dari kotak amal pada hari Jum’at. Setelah adanya tanah wakaf sawah yang menjadi sumber utama dana untuk kesejahteraan Masjid, swadaya murni tetap diberlakukan, akan tetapi waktunya ditetapkan pada setiap panen raya, tiap warga diwajibkan untuk shodaqoh minimal 10 Kg dari harga gabah. Sedangkan hasil pengelolaan dua tanah wakaf sawah tersebut 100 % masuk untuk kesejahteraan Masjid.

Bapak M. Juhdi mengatakan Harta yang dikelola disini adalah dua tanah wakaf berupa ladang yang ditujukan untuk keperluan masjid, kemudian ada tanah wakaf Madrasah, dan juga ada tanah wakaf yang berupa TPA. Untuk tanah wakaf yang berupa ladang ada dua, yakni:
Dari wakif Bpk. Khayin digarap pewakif sendiri akan tetapi hasilnya tetap 100% untuk kesejahteraan Masjid kemudian langsung masuk ke bendahara masjid.
Sedangkan untuk tanah wakaf yang dari wakif Bapak H.Ibrahim tanahnya dikelola sendiri oleh nazhir, dengan cara menawarkan kepada orang yang mampu mengelola harta wakaf yang berupa ladang, dengan ada surat perjanjian baik dalam pengelolaan, pendanaan, dan hasilnya.

Pengelolaan harta tanah wakaf Masjid, dua tanah wakaf ladang, tanah wakaf Madrasah, dan juga TPA sumber dananya langsung diambilkan dari uang yang masuk ke bendahara Masjid. Pembagian pengalokasian uang hasil dari beberapa sumber dana tersebut juga dijelaskan, untuk uang dari swadaya murni masuk ke Mal Masjid dan kemudian digunakan untuk pesangon Guru Madrasah dan TPA serta untuk biaya keperluan-keperluan ngaji. Untuk pembangunan dan perlengkapan Masjid dananya diambilkan dari Kas Masjid, apabila ada kekurangannya maka diambilkan dari tarikan warga. Sedangkan Untuk pembangunan madrasah pengambilan dananya dari swadaya atau tarikan dari warga kemudian kekurangannya diambilkan dari kas Masjid.

Bapak M. Sofyan sebagai bendahara Nazhir mengenai sistem keuangan ini sangat meresahkan seperti yang beliau ungkapkan, karena sistem pengelolaan Bpk. Masduki, Ketua Nazhir dan Ketua Ta’mir keuangan wakaf Masjid Al-Ikhlas menurut beliau tugas dan fungsi masing-masing pengurus mempunyai tanggung jawab yang berbeda, oleh karena itu perlu adanya kejelasan kembali di bidang pengurusan, terutama dibidang keuangan, agar di kemudian hari tidak terjadi permasalahan karena sudah jelas siapa yang bertanggung jawab di bidangnya masing-masing. Masalahnya sistem keuangan antara uang hasil tanah wakaf sawah dengan uang masjid seperti infak, wakaf, shodaqoh di gabungkan menjadi satu karena bendahara masjid tidak membedakan uang yang masuk antara uang infak, shodaqoh, jariyah, swadaya murni atau tarikan tiap tahun dari warga.dan hasil pengelolaan kedua tanah wakaf sawah.

Menurut Bapak Sofyan sebagai bendahara Nazhir mengakui bahwa bendahara nazhir hanya sebagai perantara uang hasil pengelolaan kedua tanah wakaf sawah dan sama sekali tidak memegang uang hasil panen dari kedua sawah, karena uang tersebut setelah diterima, langsung di berikan kepada bendahara Masjid. Kadang juga ada, hasil pengelolaan dari sawah tersebut langsung diberikan kepada bendahara Masjid dan tidak diketahui oleh bendahara Nazhir.



D. Analisa Kepengurusan Dan Pengelolaan Wakaf Dalam Prespektif UU NO. 41 Tahun 2004

1. Tentang kepengurusan Nazhir

Tanah Wakaf Masjid di Desa Kedaton 1 Kec. Gampengrejo Kab. Kediri Dalam rangka usaha meningkatkan manfaat tanah wakaf agar menjadi tanah yang bermanfaat lebih serta menjadikan modal yang ada menjadi lebih produktif dan berimbas pada kesejahteraan umat dan generasi yang akan datang, maka dalam hal ini yang sangat butuh perhatian adalah nazhir atau pengelola, dan diharapkan peran dalam menjalankan tugasnya secara professional sehingga dapat mengembangkan tanah wakaf menjadi produktif. Terdapat beberapa faktor yang menjadi hambatan utama nazhir dalam menjalankan pengelolaan tanah wakaf pada masa kini, diantaranya:

a. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap harta tanah wakaf, beserta sistem pengelolaannya.

b. Pada umumnya masyarakat yang ingin mewakafkan hartanya menyerahkan terhadap orang yang dianggap panutan dalam lingkup masyarakat tertentu, dan belum tentu yang dipasrahi mempunyai kemampuan yang baik dalam mengelola secara optimal.

c. Kurangnya pemahaman peraturan perundang-undangan yang diterapkan di Indonesia tentang wakaf

Di dalam UU NO.41 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 4 ditegaskan bahwa nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Di dalam UU tersebut juga diatur bahwa nazhir itu bisa dalam bentuk perorangan, organisasi ataupun badan hukum.sedangkan di dalam pengelolaan wakaf di desa Kedaton 1 seperti yang sudah kami teliti yaitu nazhir dalam bentuk organisasi jadi sudah sesuai dengan peraturan UU NO.41 Tahun 2004 pasal 9 dan 10 yaitu:

a. Pasal 9

Nazhir Meliputi:

1) perseorangan;

2) organisasi; atau

3) badan hukum.

b. Pasal 10

1) Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:

a) warga negara Indonesia;

b) beragama Islam;

c) dewasa;

d) amanah;

e) mampu secara jasmani dan rohani; dan

f) tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :

a) pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan

b) organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan:

a) pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan

b) badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang.undangan yang berlaku; dan

c) badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan / atau keagamaan Islam.

Untuk tugas-tugas kewenangan para nazhir secara tegas juga disebutkan dalam UU NO.41 tahun 2004 yaitu:

a. Pasal 11

Nazhir mempunyai tugas:

1) rnelakukan pengadministrasian harta benda wakaf;

2) mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya;

3) mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;

4) melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.

b. Pasal 12

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana.dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).

c. Pasal 13

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.

d. Pasal 14

1) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Nazhir harus terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.

2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dengan demikian seorang Nazhir merupakan salah satu unsur wakaf dan memegang peranan penting dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukannya. Oleh karena itu tugas dan kewenangan sebagai Nazhir harus di perhatikan dan dilaksanakan seperti yang tercantum dalam pasal-pasal diatas.

Untuk menjaga agar harta wakaf mendapatkan pengawasan dengan baik, kepada nazhir (pengurus perseorangan) dapat diberikan imbalan yang ditetapkan dengan jangka waktu tertentu atau mengambil sebagian dari hasil harta wakaf yang dikelolanya yang menurut UU No. 41 Th. 2004 jumlahnya tidak boleh lebih dari 10% dari hasil bersih benda wakaf yang dikelolanya. Nazhir juga berwenang melakukan hal-hal yang mendatangkan kebaikan harta wakaf dan mewujudkan syarat-syarat yang mungkin telah ditetapkan wakif sebelumnya Kemudian juga memegang amanat untuk memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan tersebut.

Upaya nazhir dalam mengelola dan mengembangkan tanah wakaf Masjid Al-Ikhlas di Desa Kedaton 1, nazhir dan masyarakat sekitar Masjid Al-Ikhlas menginginkan agar wakaf yang ada dapat dikembangkan dan lebih bermanfaat bagi masyarakat umum, hal ini telah mendorong munculnya kepentingan-kepentingan baru dalam kegiatan sosial, bahkan hal itulah yang menjadi pendorong bagi lahirnya bentuk-bentuk baru wakaf yang belum pernah ada sebelumnya.

Pada perkembangan selanjutnya Sumber dana menjadi faktor utama dalam pengelolaan harta wakaf, Nazhir tanah wakaf Masjid Al-Ikhlas dalam soal pengelolaan ini dana yang masuk untuk keperluan masjid dikumpulkan menjadi satu yaitu dalam kas Masjid diantaranya terdapat dana dari swadaya murni yaitu uang dari sumbangan rutin warga sekitar Masjid, kemudian uang infak, jariyah jum’at, shodaqoh, dan juga usaha menggalang dana dengan mengajukan proposal kepada beberapa pihak atau orang yang di anggap kaya, selain itu sember dana yang masuk dalam kas Masjid ada juga dari hasil pengelolaan dua tanah wakaf ladang yang ditujukan untuk kepentingan Masjid.

2. Upaya Mengelola Dan Mengembangkan Harta Wakaf

Diantara sekian banyak upaya dalam mengembangankan tanah wakaf tersebut patut kita banggakan, disisi lain dalam kepengurusan antara Nazhir dan Ta’mir Masjid Al-Ikhlas terdapat beberapa kerancuan, yaitu diantaranya masalah keuangan. Bendahara nazhir masjid Al-Ikhlas disini tidak berfungsi sebagaimana mestinya sebagai seorang nazhir karena tugas, dana, tanggung jawab semua diserahkan kepada pengurus Masjid atau bendahara masjid, dan bendahara nazhir bahkan tidak mengetahui berapa dana yang sudah terkumpul dari hasil pengelolaan dua tanah wakaf ladang yang ditujukan untuk kesejahteraan Masjid. Hal ini menjadi sangat serius apabila dikemudian hari bendahara Nazhir dimintai pertanggung jawaban tentang pengelolaan harta wakaf, karena bagaimanapun yang bertanggung jawab atas pengelolaan harta wakaf adalah pihak Nazhir. Sebagaimana yang diercantumkan dalam UU No. 41 Tahun 2004 bagian kelima pasal 11; tentang beberapa tugas yang diemban oleh seorang Nazhir, diantanya;

a. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;

b. memengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya;

c. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf; dan

d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.

Dengan ketentuan pasal diatas seorang Nazhir akan sangat kesulitan apabila ketentuan pasal diatas tidak dijalankan sebagaiman mestinya. Bila dipandang dari sudut hukum Islam semata, maka soal wakaf menjadi sangat sederhana asalkan dilandasi dengan kepercayaan.hal ini di satu sisi memudahkan soal administrasi, artinya tidak ada prosedur yang rumit dalam mengelola wakaf, tapi di sisi lain kemudahan itu berakibat sulitnya pengawas yang dilakukan, terutama pihak yang berwenang dalam bidang perwakafan, dan akibat yang lebih buruk lagi apabila dikemudian hari dalam pengelolaan harta wakaf tersebut terdapat permasalahan.

Dalam soal pendanaan “untuk apa dana wakaf itu harus di peruntukkan” dalam pengembangan wakaf di masjid Al-Ikhlas mungkin sudah cocok dengan apa yang di sebutkan atau yang di atur dalam UU NO.41 tahun 2004 yaitu yang berbunyi sebagai berikut:

a. Pasal 22

Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf 1 harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:

1) sarana dan kegiatan ibadah;

2) sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;

3) bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;

4) kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau

5) kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.

b. Pasal 23

1) Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.

2) Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf Nazhir dapat menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.

Mengenai kemungkinan pengembangan harta wakaf dari hasilnya dalam beberapa bentuk, yang muncul karena situasi dan kondisi yang baru. Diantaranya, harta wakaf yang ada ditangan nazhir menghasilkan keuntungan yang sangat besar dan masih berlebihan setelah dibagikan pada yang berhak, kemudian sisa hasilnya tersebut dipakai untuk berinvestasi, misalnya mendirikan toko, rumah persewaan, lahan pertanian, dan lain-lain. Bentuk pengembangan tanah wakaf seperti contoh diatas telah dilakukan oleh nazhir wakaf Masjid An-Nikmah dan kesepakatan warga sekitar dan bersepakat untuk mempergunakan tanah wakaf yang ada untuk lahan pertanian. dalam pengelolaannya berinisiatif untuk menyewakan tanah wakafnya untuk pertanian, dengan alasan mayoritas masyarakat yang berprofesi sebagai petani dan lahannya juga cocok untuk lahan pertanian, kemudian hasil dari penggarapan lahan tadi ditujukan untuk kesejahteraan masjid.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengelolaan harta tanah wakaf Masjid, dua tanah wakaf ladang, tanah wakaf Madrasah, dan juga TPA sumber dananya langsung diambilkan dari uang yang masuk ke bendahara Masjid. Bendahara nazhir hanya sebagai perantara uang hasil pengelolaan kedua tanah wakaf sawah dan sama sekali tidak memegang uang hasil panen dari kedua sawah, karena uang tersebut setelah diterima, langsung di berikan kepada bendahara Masjid. Kadang juga ada, hasil pengelolaan dari sawah tersebut langsung diberikan kepada bendahara Masjid dan tidak diketahui oleh bendahara Nazhir.

2. Dalam penmberdayaan dan pengembangan harta wakaf, pengelolaan tanah wakaf di desa Kedaton 1 Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten lampung timur sudah sesuai dengan UU NO. 41 Tahun 2004. Namun, dalam kepengurusan antara Nazhir dan Ta’mir Masjid Al-Ikhlas terdapat beberapa kerancuan, yaitu diantaranya masalah keuangan. Bendahara nazhir masjid Al-Ikhlas disini tidak berfungsi sebagaimana mestinya sebagai seorang nazhir karena tugas, dana, tanggung jawab semua diserahkan kepada pengurus Masjid atau bendahara masjid, dan bendahara nazhir bahkan tidak mengetahui berapa dana yang sudah terkumpul dari hasil pengelolaan dua tanah wakaf ladang yang ditujukan untuk kesejahteraan Masjid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar