Hal Menarik Lainnya

Minggu, 21 April 2019

KERANGKA AJARAN ISLAM



KERANGKA AJARAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah MSI
Dosen pengampu : Dra. Siti Nurjanah, M. Ag.

Disusun oleh:

Ahmad Muslih
(NPM.141257210)


JURUSAN SYARI`AH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURAI SIWO METRO TAHUN 2014


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Agama Islam adalah agama yang sempurna. Allah telah menjadikan Islam sebagai pedoman hidup umat manusia agar manusia juga menjadi manusia yang sempurna. Manusia yang tidak hanya memiliki hubungan vertikal yang baik tetapi juga menjadi manusia yang memiliki hubungan horizontal yang baik pula. Bahkan manusia diharapkan dapat menjadi khalifatul fil ardl, yang dapat mengelola bumi sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh khalik-nya. Karena itu,  agama bukan hanya sekedar lambang kesalehan umat atau topik pembahasan dalam kitab suci umat beragama.
            Penting bagi setiap muslim mengetahui tentang ajaran agama Islam. Bagi seorang muslim, pemahaman yang mendalam dan kaaffah akan agama Islam sangat diperlukan agar ia dapat menjadi manusia yang berpandangan luas, bijaksana dan dapat melihat perbedaan-perbedaan yang muncul dalam menyikapi permasalahan-permasalah dalam kehidupan dunia. Maka dari itu dalam makalah ini akan membahas tentang bagaimanakah tentang kerangka ajaran agama Islam.

B.     Rumusan Masalah
            Dari latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimanakah kerangka ajaran Islam ?’’

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ajaran Islam Secara Normatif
            Ajaran islam secara normatif maksudnya adalah memandang agama Islam dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Secara normatif, ajaran islam ada dua sumber yaitu:
1.      Al-Qur`an
            Al Qur'an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al Qur`an juga menjadi penjelasan (bayyinaat), dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Di sinilah manusia mendapatkan petunjuk dari Al Qur`an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk al Qur`an tersebut.
            Dari segi bahasa, menurut Al-Asyari dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafadz Alqur`an diambil dari kata qarn yang berarti menggabungkan sesuatu atas yang lain; karena surat-surat dan ayat-ayat Alqur`an satu dengan yang lainnya saling bergabung dan berkaitan.[1] Dari segi istilah, menurut Mana’ al-Qaththan Alqur`an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikai Jibril Saw., dan dinilai ibadah bagi yang membacanya.[2] Sedangkan menurut Al-Zarqani, Alqur`an adalah lafadz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., mulai dari surat Al-Fatihah, sampai dengan surat An-Nas.[3]
            Dari beberapa kutipan tersebut kita dapat mengetahui bahwa Alqur`an adalah kitab suci yang isinya mengandung firman Allah, turunnya secara bertahap melalui malaikat, pembawanya Nabi Muhammad Saw., susunannya di mulai dari surat Al-Fatihah, sampai dengan surat An-Nas, bagi yang membacanya bernilai ibadah, fungsinya antara lain menjadi bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad., keberadaannya hingga kini masih terpelihara dengan baik, dan pemasyarakaatannya dilakukan secara berantai dari satu generasi lain dengan tulisan maupun lisan. Sebagai sumber ajaran islam yang utama Aqur`an diyakini berasal dari Allah dan mutlak benar.[4] Keberadaan Alqur`an sangat di butuhkan manusia. Di kalangan Mu’tazilah dijumpai pendapat bahwa Tuhan wajib menurunkan Alqur`an bagi manusia, karena manusia dengan segala daya yang di milikinya tidak dapat mamecahkan berbagai masalah yang di hadapinya.[5]
            Bagi Mu’tazilah, Alqur`an berfungsi sebagai konfirmasi, yakni memperkuat pendapat-pendapat akal pikiran, dan sebagai informasi terhadap hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh akal. Di dalam Alqur`an terkandung petunjuk hidup tentang berbagai hal walaupun petunjuk tersebut terkadang bersifat umum yang menghendaki penjabaran dan perincian oleh ayat lain.
            Selanjutnya Alqur`an juga berfungsi sebagai hakim atau wasit yang mengatur jalannya kehidupan manusia agar berjalan lurus. Itulah sebabnya, ketika umat islam berselisih dalam segala urusannya hendaknya ia berhakim kepada Alqur`an. Alqur`an lebih lanjut memerankan fungsi sebagai pengontrol dan pengoreksi terhadap perjalanan hidup manusia di masa lalu. Berbagai penyimpangan yang di lakukan Bani Israil terhadap ayat-ayat Allah telah dikoreksi. Dalam kaitan inilah di dalam Alqur`an di jumpai ayat yang menyatakan celaka bagi orang-orang yang menulis kitabnya dengan tangannya sendiri lalu menyatakan bahwa kitab itu sebagai firman Allah.[6] Apa yang dinyatakan Alqur`an ini telah dibuktikan kebenarannya dalam sejarah bahwa Bani Israil telah menggelapkan firman Allah yang sebenarnya dengan menukarnya dengan kitab yang mereka buat sendiri, dengan tujuan untuk menyesatkan manusia.

2.      Al-Sunnah
            Kedudukan Al-Sunnah sebagai sumber ajaran islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alqur`an dan hadits juga didasarkan pada pendapat kesepakatan para sahabat.[7] Menurut bahasa, Al-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan, terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk.[8] Pengertian Al-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna hadits Nabi yang artinya: “Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakannya; dan barang siapa membuat sunah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.[9] Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad Saw. Dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan beliau yang berkaitan dengan hukum. Pengertian ini didasarkan pada pandangan mereka yang menempatkan Nabi Muhammad Saw. sebagai pembuat hukum. Sementara itu ulama fiqih mengartikan Al-Sunnah sebagai salah satu dari bentuk hukum syara` yang apa bila dikerjakan mendapat pahala dan apa bila ditinggalkan tidak disiksa.[10]
            Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur`an, Al-Sunnah memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan Alqur`an. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat Alqur`an yaitu:
a)      Bersifat global ( garis besar) yang memerlukan perincian
b)      Bersifat umum yang menghendaki pengecualaian
c)      Bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan
d)     Isyarat Alqur`an yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut.[11]
                        Dalam kaitan ini, hadits berfungsi memerinci petunjuk dan isyarat  Alqur`an yang bersifat global, sebagai pengecual terhadap isyarat Alqur`an yang bersifat umum, sebagai pembatas trhadap ayat Alqur`an yang bersifat mutlaj, dan sebagai pemberi informasi terhadap sesuatu kasus yang tidak dijumpai di dalam Kitab Alqur`an. Dengan posisinya yang demikian itu, maka pemahaman Alqur`an dan juga pemahaman ajaran Islam yang seutuhnya tidak dapat dilakukan tanpa mengikutsertakan hadits.

B.     Ajaran Islam Secara Aktual
            Aktual secara bahasa berarti terbaru, jadi maksud ajaran islam secara aktual di sini adalah metode atau ilmu baru dalam mempelajari ajaran Islam. Ilmu-ilmu tersebut diantaranya adalah :
1.      Tafsir
            Kata tafsir diambil dari bahasa arab yaitu fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau uraian. Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata “al-fasr” berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata “at-tafsir” berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafaz yang musykil. Pengertian tafsir dengan makna di atas, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Furqan ayat 33.[12] Menurut al-Zarkasyi tafsir merupakan ilmu yang dengannya didapatkan pemahaman terhadap kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw mengenai penjelasan maknanya, serta pengambilan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya. Sedangkan menurut al-Zarqani arti tafsir adalah ilmu yang di dalamnya di bahas petunjuk-petunjuk al-Quran yang dimaksudkan oleh Allah Swt. dan atas kemampuan manusia.
            Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa Tafsir adalah pedoman-pedoman yang disusun oleh ulama’ dengan kajian yang mendalam guna mendapatkan hasil yang maksimal dalam memahami makna-makna al-Quran, hukum-hukum, dan petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalamnya.[13]
            Al Qur`an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. menggunakan bahasa arab, sementara umat muslim di seluruh dunia tidak semuanya menggunakan bahasa arab. Maka dari itu tafsir Alqur`an sangat penting fungsinya untuk menopang dalam mempelajari ajaran Islam. Allah juga menyuruh manusia untuk merenungi/memahami Alqur`an.[14] Selain itu Tafsir juga bertujuan untuk mengetahui makna kata-kata dalam al-Qur’an, menjelaskan maksud setiap ayat, menyingkap hukum dan hikmah yang dikandung al-Qur’an, menyampaikan pembaca kepada maksud yang diinginkan oleh Syari` (pembuat syari`at), yaitu Allah SWT, agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
            Dalam menafsirkan Al Qur`an, seorang Mufassir (penafsir Qur`an) harus mempunyai adab. Adapun adab yang harus dimiliki seorang mufassir adalah sebagai berikut :
a)      Niatnya harus bagus, hanya untuk mencari keridloan Allah semata. Karena seluruh amalan tergantung dari niatannya (lihat hadist Umar bin Khottob tentang niat yang diriwayatkan oleh bukhori dan muslim diawal kitabnya dan dinukil oleh Imam Nawawy dalam buku Arba’in nya).
b)      Berakhlak mulia, agar ilmunya bermanfaat dan dapat dicontoh oleh orang lain

c)      Mengamalkan ilmunya, karena dengan merealisasikan apa yang dimilikinya akan mendapatkan penerimaan yang lebih baik.
d)     Hati-hati dalam menukil sesuatu, tidak menulis atau berbicara kecuali setelah menelitinya terlebih dahulu kebenarannya.
e)      Berani dalam menyuarakan kebenaran dimana dan kapanpun dia berada.
f)       Tenang dan tidak tergesa-gesa terhadap sesuatu. Baik dalam penulisan maupun dalam penyampaian. Dengan menggunakan metode yang sistematis dalam menafsirkan suatu ayat. Memulai dari asbabunnuzul, makna kalimat, menerangkan susunan kata dengan melihat dari sudut balagho, kemudian menerangkan maksud ayat secara global dan diakhiri dengan mengistimbat hukum atau faedah yang ada pada ayat tersebut.
2.      Fiqih
            Fiqih secara bahasa ada dua makna. Makna pertama adalah al fahmu al mujarrad, yang artinya adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti saja.[15] Makna yang kedua adalah al fahmu ad daqiq, yang artinya adalah mengerti atau memahami secara mendalam dan lebih luas. Dalam prakteknya, istilah fiqih ini lebih banyak digunakan untuk ilmu agama secara umum, di mana seorang yang ahli dibidang ilmu-ilmu agama sering disebut sebagai faqih.[16]
            Sedangkan Fiqih secara istilah mengandung dua arti yaitu:
a)      Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.
b)      Hukum-hukum syari’at itu sendiri. Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).
          Sedangkan Al Imam Abu Hanifah mempunyai definisi tentang fiqih yang unik, yaitu: Mengenal jiwa manusia yang terkait apa yang menjadi hak dan kewajibannya.[17]Fiqih sangat penting perannya dalam memahami ajaran islam, karena ilmu fiqih mempelajari tentang hukum-hukum syari’ah di dalam ajaran agama islam.

3.      Tasawuf
            Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menjelaskan tata cara pengembangan rohani manusia dalam rangka usaha mencari dan mendekatkan diri kepada Allah. Mengenai sikap terhadap sesama mahluk dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a)      Sikap terhadap sesama manusia.
b)      Sikap terhadap makhluk yang bukan manusia.
     Sikap terhadap sesama manusia disebut akhlak. Ilmu akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk pada sikap dan perilaku manusia serta segala sesuatu yang berkenaan dengan sikap dan perbuatan yang seyogyanya diperlihatkan manusia terhadap manusia lain, dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Sumber akhlak Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits.
     Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam sebagai agam dan ajaran mempunyai system sendiri yang bagian – bagiannya saling bekerja sama untuk mencapai tujuan. Intinya adalah tauhid yang berkembang melalui akidah. Dari akidah mengalir syari’ah dan akhlak islam. Melalui syari’ah dan akhlak dikembangkan sistem – system Islam dalam lembaga keluarga, masyarakat, pendidikan, hokum, ekonomi, budaya, filsafat dan sebagainya.

4.      Filsafat
            Filsafat, berasal dari bahasa arab yang berarti falsafah yang diturunkan dari bahasa Yunani Philosophia, artinya cinta kepada pengetahuan atau cinta pada kebenaran. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, karena, asal dan hukumnya.
            Filsafat adalah pemikiran rasional, kritis, sistematis dan radikal tentang suatu obyek. Obyek pemikiran kefilsafatan adalah segala yang ada, yaitu Tuhan, manusia dan alam. Filsafat Islam adalah pemikiran rasional, kritis, sistematis dan radikal tentang aspek-aspek agama ajaran Islam. Al-Qur’an sejak semula telah memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya. Akal adalah potensi luar biasa yang dianugrahkan Allah kepada manusia, karena dengan akalnya manusia memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal, dapat membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mengetahui rahasia hidup dan kehidupan dan seterusnya. Oleh karena itu agama dan ajaran Islam memberikan tempat yang tertinggi kepada akal, karena akal dapat digunakan memehami agama dan ajaran Islam sebaik–baiknya dan seluas-luasnya.
 
5.      Pemikiran
            Yang dimaksud pemikiran di sini adalah upaya atau aktifitas, baik pemikiran maupun gerakan untuk mengubah pemahaman atau keadaan kehidupan umat Islam dari keadaan atau kehidupan baru yang hendak diwujudkan. Disini yang diperbaharui bukanlah agama yang merupakan ajaran dasar Islam, tetapi pemahaman tentang agama yang merupakan ajaran fundamental Islam itu.
            Disamping tajdid tentang pemahaman agama, pembaharuan juga dilakukan terhadap kehidupan dan penghidupan umat Islam. Dapat dilihat pada firman Allah bahwasannya pembaharuan menuju kebaikan itu dibenarkan oleh Allah, yaitu dalam Al-Qur’an, surat Hud (11) ayat 117 yang artinya “dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri – negeri secara zalim, sedangkan penduduknya orang – orang yang berbuat kebaikan.”
            Dilihat dari sudut waktu, pembaharuan dalam Islam dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap tertama berlangsung sebelum periode modern (sebelum abad XIX M), tahap kedua berlangsung selama periode modern yaitu mulai awal abad XIX M sampai sekarang.
            Perbedaan antara pembaharuan sebelum perbedaan modern mengambil bentuk memurnikan kehidupan umat agar sesuai dengan kehidupan yang dipraktekan oleh Nabi Muhammad SAW dan generasi salaf (pendahulu). Sedangkan pembaharuan yang dilakukan oleh generasi modern tidak demikian halnya disini D. Akidah, Syari’ah, Akhlak dan Berbagai Aspek Lain Ajaran Islam umat Islam merasa ditantang untuk segera melakukan pembaharuan, agar berubah menjadi umat manusiayang maju adan kuat tanpa melanggar, menyimpang, atau meninggalkan Al-Qur’an dan al-Hadits yang memuat sunnah Rasulullah.

6.      Kalam
            Ilmu kalam secara terminologi adalah suatu ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika dan filsafat. Sementara definisi ilmu kalam menurut Al-Farabi, Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang membahas dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang memungkinkan, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandasan doktrin islam.[18]

7.      Fakta Sejarah Umat
            Di dalam kerangka ajaran islam, Fakta sejarah juga menjadi salah satu objek ilmu yang harus di pelajari. Misalnya tentang sejarah Nabi Muhammad dari kelahiran sampai wafatnya beliau, masa kekhalifahan setelah Nabi Muhammad wafat, dan masih banyak sejarah lain tentang perkembangan agama islam dari masa ke masa.

BAB III
PENUTUP
 
A. Kesimpulan
            Berdasarkan paparan pembahasan dari isi makalah di atas, maka penulis membuat kesimpulan bahwa:
Kerangka ajaran islam di golongkan ke dalam ajaran islam secara normatif dan aktual. Ajaran islam secara normatif di antaranya adalah Al Qur’an dan As Sunah. Sedangkan ajaran islam secara aktual di antaranya adalah tasawuf, tafsir, ilmu kalam, fiqih, filsafat, pemikiran, serta fakta sejarah umat.


[1] Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur`an, (terj.) (Jakarta: Pustaka Firdaus), cet. II, hlm. 9.
[2] Mana’ Al-Qaththan, Mababits fi `Ulum al-Qur`an, (Mesir: Mensyurat al-`Ashr al-Hadits, t.t,), hlm. 21.
[3] Al-Zarqani, Manabil Al-Arfan fi `Ulum al-Qur`an, (Mesir:Isa al-Baby, t.t), hlm. 21.
[4] Sesungguhnya Al-Qur`an ini adalah wahyu tuhan semesta alam. Dibawa turun oleh Jibril dalam hatimu (Muhammad) agar engkau dapat memberi peringatan dengan menggunakan bahasa Arab yang jelas. (Qs. Al Syu`ara, 26: 192-193).
[5] Mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan wajib menurunkan wahyu, karena akal manusia sungguhpun tahu yang baik dan yang buruk, namun tidak semua yang baik dan buruk itu dapat diketahui akal. Untuk itu tuhan wajib menurunkan wahyu untuk menyempurnakan pengetahuan yang terbatas itu. Hal demikian sebagai bukti kasih sayang Tuhan dan keadilan-Nya bagi manusia. Lihat Harun Nasution, Islamologi (Ilmu Kalam), (Jakarta: UI Pres, 1980), cet. II, hlm. 80.
[6] Maka celakalah bagi orang-orang yang menulis al-kitab dengan tangannya sendiri kemudian mereka mengatakan bahwa kitab ini berasal dari sisi Allah. (Qs.AL-Baqarah, 2:79)
[7] Apa-apa yang disanpaikan Rasulullah kepadamu, terimalah,dan apa-apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. (Qs.Al-Hasyr, ayat 7). Dan kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan untuk dita`ati dengan izin Allah. (Qs.An-Nisa, ayat 64).
[8] Muhammad `Ajaj Al-Khatib, `ushul Hadits, (Beirut: Dar al-fakir, 1989) hlm. 17.
[9] Hadits Riwayat Muslim dalam Musthafa al-Siba`i, Al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tayri, hlm. 1.
[10] Muhammad Adib Shalih, Lamhat fi Ushul al-Hadits, hlm. 31.
[11]Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Metodologi Studi Islam, (Raja Grafindo Persada) hal. 75
[12] Tidakkah orang-orang kafir itu datang kepadamu (sesuatu) yang ganjil melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya”. (QS. 25 : 33)
[13] M. Alfatih Suryadilaga, dkk. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras. 2005. Hlm. 55.
[14] Orang-orang yang telah kami beri al-Kitab kepadanya, mereka
membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman
kepadanya. (QS.al-Baqarah:121)
 Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (Q.S. Muhammad:24)
[15] Muhammad Bin Mandhur, Lisanul Arab, madah: fiqih Al Misbah AL Munir
[16] Muhammad Bin Abu Bakar Bin Abdul Qadir Ar Razi, Mukhtar Ash Shihah, jilid 1, hal. 213.
[17] Ubaidillah Bin Mas’ud Al Mahbubi Al Bukhari Al Hanafi, At Taudhih ‘ala At Tanqih, jilid 1, hal. 10.
[18] Raziq, op. Cit. Hlm. 76

Tidak ada komentar:

Posting Komentar